KONSUMTIVISME dikalangan Masyarakat Indonesia
Konsumsi adalah sebuah kebutuhan manusia. Dan dunia tempat kita berpijak sekarang ini memang tengah didominasi oleh keinginan untuk mengkonsumsi. Pada dasarnya konsumsi bertujuan untuk menjaga kelangsungan hidup manusia. Sayangnya,pola konsumsi masyarakat sekarang ini bukan lagi diprioritaskan untuk pemenuhan kebutuhan,melainkan untuk pemenuhan keinginan.
Boros menurut saya adalah kata yang pas untuk kegiatan-kegiatan konsumsi yang dilakukan secara berlebihan.dan boros itu sendiri adalah gejala dari “konsumtivisme”. Konsumtivisme adalah paham untuk mengkonsumsi suatu barang/jasa tanpa mempertimbangkan fungsi atau kegunaan ketika membeli barang tersebut. Dengan kata lain orang mengkonsumsi barang bukan lantaran butuh, melainkan karena tuntutan gengsi,status, maupun sekadar gaya hidup atau trend.
Hal ini telah berubah menjadi pola hidup yang menggila. Orang-orang merasa belum hidup tanpa memuaskan keinginannya untuk mengkonsumsi. Dan dengan didukung oleh dunia yang menawarkan beragam pilihan konsumsi, konsumtivisme pun merasuk kedalam hidup masyarakat Indonesia,terutama bagi mereka yang menggantungkan hidup di kota-kota besar seperti di Ibu kota.
Pusat-pusat pembelanjaan seperti mall, hypermarket bertebaran di setiap sudut kota. Sebagai contoh,untuk wilayah kota Depok saja ada beberapa pusat perbelanjaan yang jaraknya tak bisa dibilang jauh, sebut saja Detos dan Margo city,atau ITC dan Depok Plaza yang berdiri berhadapan seolah saling menunjukkan kekuatan untuk bersaing. Dan keduanya memang tak pernah sepi pengunjung,. Orang-orang terus berlomba-lomba memuaskan hasrat mereka untuk mengkonsumsi barang dengan embel-embel potongan harga atau yang lebih dikenal dengan istilah diskon.
Sebenarnya, pola hidup konsumtif yang dikonsumsi oleh masyarakat Indonesia sebagai negara berkembang adalah tren dan gaya hidup masyarakat negara maju atau Barat. Tidak ada begitu masalah buat masyarakat di negara maju. Mereka memang dikenal senang membelanjakan uangnya untuk membeli barang-barang,tapi mereka juga memiliki kemampuan produktivitas yang tinggi. Sementara, masyarakat kita yang kemudian mencoba untuk mengikuti gaya hidup mereka tapi tidak mengimbangi diri dengan kemampuan produksi. Tak heran di Negara kita korupsi menjadi satu trend di kalangan pejabat dalam rangka memenuhi gaya hidup “borju”(boros juajan) layaknya masyarakat di Negara maju.
Yang lebih parah,sikap kritis dalam manajerial keuangan pribadi pun menjadi tumpul. Kita tidak lagi bisa membedakan mana yang menjadi kebutuhan pokok dan nyata dan mana yang menjadi keinginan semu saja. Inilah politik kapitalisme global sebagai bentuk baru kolonialisme negara-negara maju terhadap negara berkembang.
Melihat kenyataan ini kita sebagai generasi muda mungkin tak mampu berbuat banyak,tapi sesungguhnya mencegah pola hidup konsumtif sendiri dapat kita mulai dari diri kita sendiri. Mulailah dengan berkaca pada lingkungan sekitar kita.apakah selama ini kita telah mampu mengatur pola hidup hemat buat diri kita sendiri,pernah gak sih kita mikirin ortu yang udah kerja susah payah buat memenuhi kebutuhan kita?
Untuk teman-teman khususnya mahasiswa yang jauh dari orang tua seperti saya harus pintar-pintar mengatur keuangan.Yang perlu kita lakukan adalah meninjau ulang gaya hidup kita. Hidup kita harus disesuaikan dengan uang kiriman bulanan dan pengeluaran serta pembiayaan. Kita harus mempertimbangkan mana yang benar-benar dibutuhkan dan mana yang tidak perlu, kita dituntut harus teliti dan kritis dalam mengatur keuangan..
Bila ada beberapa kebutuhan ,maka pilih mana yang penting dan perlu didahulukan.
Bila ada beberapa kebutuhan ,maka pilih mana yang penting dan perlu didahulukan.
Dengan demikian kita setidaknya telah belajar dan berusaha untuk hidup hemat dan terbebas dari arus konsumtivisme.#b3_alicyiouz#
Oleh Beatrix Marimbunna,
1EB02<25209925>
0 comments:
Posting Komentar